SAKRATULMAUT
◙
KETAKJUBAN
TERHADAP SAKRATULMAUT
Yang
dibahas dalam pasal ini adalah bagaimana memperoleh keselamatan
tatkala sakratulmaut. Syarat apa yang di perlukan untuk menghadapi
sakratulmaut? Ada empat syarat. Yaitu ikhlas, rela pada hukum
Allah, merasa tidak memiliki, dan berserah diri pada kehendak Allah.
- IKHLAS / RELA [RIDHO]
Ikhlas
dalam menghadapi sekarat itu ya menerima sekarat atas kemauan
sendiri. Tanpa merasa terpaksa. Sadar bahwa sekarat itu di tetapkan
oleh Tuhan untuk hamba-Nya. Jadi, sekarat bukan sesuatu yang harus di
hindari. Tapi, juga bukan untuk di tantang. Yaitu mereka yang minta
di matikan.
Kita
memang harus rela terhadap Tuhan yang menguasai hidup kita. Sebelum
manusia mampu memberdayakan fungsi jasmani dan rohaninya, Tuhan telah
menempatkan berbagai organ yang kerjanya tidak kita kendalikan.
Jantung, paru-paru, hati, limpa, usus, dan ginjal bekerja secara
otomatis. Sistem peredaran darah, pernapasan, dan pembuangan bekerja
di luar kendali kita. Jika pada mulanya manusia rela di atur di luar
kesadarannya, maka pada akhirnya manusia juga harus rela di atur
berdasarkan kesadarannya. Kerelaan sejati adalah kerelaan yang tumbuh
dari dalam. Dari kesadaran sendiri. Bukan karena bujuk rayu dari
siapa pun. Atau, dari mana pun datangnya. Betul-betul kerelaan yang
tumbuh dari keyakinan. Ikhlas atau rela sebenarnya merupakan
pekerjaan hati yang paling pokok.
Mengenai
kerelaan dalam mengahadapi kematian ini, telah di jelaskan dalam
kitabul mukmin (Layang Mu’min), sebagai berikut :
“ SEKARAT
TANANA NYAMUR, JA MELU YEN SIRA WEDI, LAN JA MẼLU- MẼLU ALLAH,
IKU ARAN SAKARATIL RUH ILAPI MATI TANANA URIP MATI MATI URIP”.
Artinya
:
Penderitaan
sekarat itu tidak ada. Jangan takut menghadapinya. Dan, jangan
ikut-ikutan takut bertemu Allah. Perasaan takut itulah yang disebut
sekarat. Roh Ilafi tidak terkena kematian. Hidup mati, mati hidup.
Dipertegas
dalam Q.S. Fushilat : 30 :
“SESUNGGUHNYA
ORANG-ORANG YANG MENYATAKAN [RABB KAMI ADALAH ALLAH], DAN MEREKA
MENEGUHKAN PENDIRIAN MEREKA; MAKA MALAIKAT MENDATANGI DAN BERKATA
“JANGANLAH KAMU MERASA TAKUT DAN SEDIH, DAN KAMU DI GEMBIRAKAN
DENGAN KABAR BAHWA KALIAN MENDAPAT TAMAN YANG DI JANJIKAN”.
Ada
dasarnya bahwa dalam menghadapi sakratulmaut, seseorang tak boleh
khawatir. Tak boleh takut. Tak boleh bersedih hati. Asal jiwa ini
tetap teguh pendirian dalam menjungjung kebenaran, taman yang luas
terbentang dihadapannya. Mengapa mesti takut? Malaikat-malaikat yang
disebut dalam Al-qur’an akan memberikan perlindungan. Atau, saudara
empat (sedulur papat) yang ghaib, akan turut serta menjaga Sang Diri
dalam melanjutkan perjalanannya. Bahkan dalam ayat berikutnya, Yaitu
ayat 31, disebutkan bahwa para malaikat itu menyatakan sebagai
pelindung-pelindung orang yang mantap dalam keimanannya, di dunia dan
di akhirat.
- RELA PADA HUKUM ALLAH
Banyak
orang Islam yang menyempitkan makna “hukum Allah”. Hanya
di mengerti sebagai syariat. Atau, sebatas hukum agama. Dalam
menyambut sakratulmaut, hukum Allah itu ya kodrat. Ketetapan Allah
yang digelar di alam raya ini. Manusia tumbuh dari bayi menjadi orang
tua, itu salah satu hukum Allah. Karena itu, tidak usah membaca kitab
untuk bisa mengetahui hukum Allah.
Kita
akan mengetahui hukum Allah. Perhatikanlah hukum Allah pada manusia.
Ada yang menjadi perempuan. Laki-laki. Yang perempuan mempunyai rahim
untuk melahirkan. Kulitnya lebih halus daripada laki-laki. Yang
laki-laki bisa berkumis, atau berjanggut. Secara normal, badannya
lebih kekar. Dan, salah satu dari sekian banyaknya hukum Allah itu,
antara lain “Kematian”. Tanpa sekolah pun orang mengetahui bahwa
orang hidup akan mengalami kematian. Tanpa baca kitab suci pun, akan
tahu bahwa setiap manusia merasakan kematian. Dan, kematian pun tidak
selalu datang pada usia senja. Ada yang mati ketika masih janin. Mati
setelah dilahirkan. Mati semasa bayi. Mati semasa kanak-kanak.
Remaja. Pemuda. Dewasa. Tua renta. Sebabnya pun beraneka. Ada yang
karena sakit. Karena kecelakaan. Terbunuh. Atau, karena usia tua.
Kapan datangnya, atau apa sebabnya, tidak perlu mengetahui kita.
Karena itu semua berjalan berdasarkan hukum Allah. Tuhan mengatur dan
menentukan semuanya ini berdasarkan sifat kasihNya. Namun, sifat
dunia ini fana. Tidak tetap. Lenyap. Apa yang ada ‘saat ini’,
sesaat kemudian sudah tiada. Kefanaan inilah sebenarnya yang
menghantui manusia. Yang membuat derita pada kehidupan ini.
- MERASA TIDAK MEMILIKI APA-APA (LAHAWLA)
Ya,
ini yang seharusnya harus kita lenyapkan. Yaitu merasa diri punya
segalanya, merasa kaya, merasa berkuasa, merasa memiliki rumah,
tanah, mobil, gedung bertingkat dsb. Pengakuan terhadap sesuatu yang
tidak dimiliki inilah yang menyebabkan aneka penderitaan dan
kesedihan pada manusia. Kenyataannya, kita tidak memiliki apa-apa.
Hakikatnya semua ini kepunyaan Allah. Karena itu, manusia tidak
membawa dunia ini kea lam kematian. Apa yang telah diperoleh dalam
hidup ini hendaknya tidak di akui sebagai milik. Semua pencapaian itu
hanyalah anugerah Ilahi. Sesuatu yang di karuniakan oleh Pemilik
sejatinya kepada manusia. Sesuatu yang dipercayakan kepada manusia,
agar dijaga dan dipeliharanya. Negara pun bukan kepunyaan kita. Bukan
kepunyaan para raja. Tetapi, itu semua hanyalah anugerah Tuhan.
Dunia atau bagian dunia ini bukan kepunyaan kita. Karena itu, kita
harus merasa tidak memiliki apa-apa. Dengan cara ini, tak ada
kekecewaan dalam hati kita. Tak ada penderitaan yang menimpa kita.
Tak ada kesedihan yang menerpa kita. Dan, hidup akan tenang hingga
ajal menjemput kita, dan sesudahnya. Karena kita merasa tidak
memiliki. Tetapi, milik-Nya.
- BERSERAH DIRI KEPADA KEHENDAK ALLAH
Kematian
itu sendiri hukum Allah. Tapi, bentuk kematian merupakan Kehendak
Allah. Dalam hidup ini ada kehendak manusia. Juga ada Kehendak Allah.
Kehendak manusia ya kehendak yang bisa di lakukan oleh manusia.
Sedangkan Kehendak Tuhan adalah kehendak yang tidak bisa dikendalikan
oleh manusia. Agar perjalanan hidup ini bisa mencapai titik
kesempurnaan, maka “kehendak” harus diperjuangkan untuk bisa
bertemu “Kehendak”. Sehingga manunggal! Menjadi satu. Bukan dua
kehendak, tapi hanya ada satu kehendak.
Dengan
memahami Kehendak Allah, kita tidak ragu-ragu dalam menjalani hidup
ini. Kita mantap dalam hidup ini. Bila amanat Tuhan selalu kita jaga.
Maka, tak perlu ada yang dikhawatirkan bila sewaktu-waktu di
ambil-Nya kembali. Termasuk nyawa kita. Bukankah hidup dan mati kita
ini kepunyaan-Nya? Hakikatnya, Tuhan lah yang berkehendak adanya
hidup dan mati ini. Allah menjadikan mati dan hidup. Dengan cara itu,
Allah mendidik dan melatih manusia untuk menyempurnakan dirinya.
Dengan cara mematikan dan menghidupkan, Allah menguji manusia. Agar
manusia dapat meraih tempat yang layak bagi dirinya. Yaitu kembali
kepada-Nya. Ilayhi rẫji’un. Manunggal
dengan-Nya.
☼
MELEWATI
PINTU KEMATIAN
Tepat
melewati pintu maut. Maka, seseorang harus yakin bahwa dirinya ada di
Pangkuan Tuhan Yang Maha Pengasih. Pada saat itu, pujian dihadirkan,
diungkapkan atau dinyatakan dalam batin. Adapun pujian itu dalam
bahasa para Wali sebagai berikut :
ALHAMDU
LILLAHI RABBIL ẪLAMIN.
SI
ENING MANJING SARIRA ENING, TETEPA JUMENENG ANGEUN-ANGEUN, TANSAH
MURBA WIŚESANING ALLAH TA’ALA”.
Artinya
:
Segala
puji kepunyaan Allah Tuhan Semesta Alam.
Yang
hening masuk ke dalam badan yang hening, semoga tetap menjadi
“angeun-angeun”, senantiasa berada dalam kekuasaan Allah Yang
Maha Tinggi.
Hening
atau wening sebenarnya sebuah pencapaian dalam zikir. Tahap
khusyuk. Sehingga pikiran benar-benar menjadi bening, jernih. Tak ada
suatu noda pun yang melekat dalam kondisi jernih. Bagi yang pernah
mengalami kondisi ini, akan mengerti apa yang dinamakan pikiran yang
terang sekali. Dalam kondisi hening tak ada beban sedikit pun.
Nah,
pada saat sekarat itu tiba. Pada saat heningnya kematian itu datang.
Maka, dipujilah Tuhan dengan pernyataan “Yang hening masuk kedalam
badan yang hening”. Sebenarnya, keheningan itu sendiri merupakan
Sifatullah (Sifat Tuhan).
Kalimat
berikutnya, “semoga tetap menjadi angen-angen”. Kata
“angen-angen” disitu bermakna keyakinan dan pengamalannya.
Tentang kebenaran yang dipegangnya. Jadi, yang dimaksud dengan
kalimat tersebut adalah agar kita tetap teguh pendirian dalam iman
tauhid, tidak berubah oleh keadaan yang kita hadapi.
Penutup
pujiannya adalah “semoga senantiasa berada dalam kekuasaan Allah
Yang Maha Tinggi”. Inilah keyakinan iman tauhid di akhir hayat.
Kita sadari bahwa Ada kenyataan yang paling tinggi, paling
besar, paling agung, dan paling berkuasa di jagat raya ini. Dan,
ketika seseorang melewati pintu kematian maka pada saat itu pula
lahir pengakuan asli bahwa dirinya itu nihil. Nol! Keberadaan dirinya
ada di dalam kekuasaan Tuhan Yang Mahatinggi.
Hakikat
manusia adalah pendakian spiritual. Perjalanan “Diri Sejati”!
bagaikan korpus (paket) cahaya yang terpancar dari sumber Asal. Yaa,
sumber Asal itu adalah Tuhan Yang Maha Esa! Inna Li Allah. Kita
kepunyaan Allah. Kita berasal dari Allah. Kita ini memang melakukan
perjalanan. Mulainya dari Allah dan akihirnya pun kembali kepada-Nya.
Adapun
Pintu atau Pase Alam yang akan di laluinya setelah sakratulmaut
adalah sebagai berikut :
- ALAM RUHIYAH
Begitu
sakratulmaut dilampaui, maka masuklah Sang Diri ke alam ruhiyah.
Alam nyawa. Suatu alam yang terang. Tetapi bukan terangnya siang
hari. Dengan kata lain, terangnya itu bukan karena sinar matahari.
Suatu terang yang tanpa panas. Dan, tidak tahu sumber terangnya itu.
Di
alam ruhiyah arah tidak diketahui lagi. Mengapa? Karena tidak ada
patokan. Di alam syahadah [alam dunia] ini kita tahu timur, karena
kita membuat patokan bahwa matahari terbit di timur. Sedangkan di
alam ruhiyah itu yang namanya timur, barat, utara, dan selatan, tidak
kita ketahui lagi. Jika kita melihat lautan, maka kita tidak bisa
melihat tepinya atau pantai dari pulau lain. Ternyata, lautan tanpa
tepi itu sebenarnya perwujudan dari “Hati” yang terkena pancaran
otak. Unsure-unsur kimia otak memancarkan sinar yang tak tertangkap
oleh mata. Tapi, pancarannya terlihat oleh mata hati.
Di
tengah-tengah samudra tanpa tepi itu, memancarlah cahaya dari
Pancamaya. Pancaran warna cahayanya terang. Yang merupakan
perwujudan dari jantung yang mendapatkan pancaran cahaya dari Roh
Ilafi. Cahayanya meliputi hakikat hati. Dan, menjadi sumber
sifat-sifat mulia manusia. Yaitu, Mukasyafah. Disebut juga
mukasifat, yang menuntun semua sifat mulia.
- ALAM SIRRIYAH
Setelah
alam ruhiyah terlampaui, maka masuklah ke alam Sirriyahi.
Suatu alam yang mempunyai 4 (empat) macam warna. Yaitu: hitam,
merah, kuning, dan putih. Semua itu merupakan perwujudan budi, yang
menimbulkan nafsu.
Memancar
dari perut dan keluar melalui mulut. Dalam cahaya hitam ini muncul
berbagai macam binatang yang masing-masing mendesak untuk mengakui
dirinya sebagai Tuhan. Cahaya hitam ini jangan sampai menghanyutkan
perjalanan spiritual dari jiwa setelah melewati kematian. Ingat
pujian pada saat sakratulmaut. Iman tauhid tak boleh goyah. Begitu
goyah dan terhanyut kekuatan cahaya hitam itu, maka Sang Diri akan
menitis [terlahir kembali] di alam binatang. Jangan heran bila kita
menyaksikan binatang, ada yang begitu dekat dengan manusia, dan ada
yang ketakutan terhadap manusia.
- CAHAYA MERAH
Memancar
dari empedu dan keluar melalui telinga. Yang muncul dalam cahaya
merah itu adalah berbagai jenis setan alas, makhluk halus yang jahat.
Tampak seperti api raksasa yang menyala-nyala. Sama seperti pada
makhluk pada cahaya hitam, mereka juga mengaku-ngaku sebagai Tuhan.
Angen-angen yang tidak goyah, tak akan mau menerima desakan
mereka. Jika sampai takluk, atau terbujuk, maka Sang Diri akan
terlahir kembali ke dalam alam setan alas.
- CAHAYA KUNING
Memancar
dari limpa dan keluar melalui mata. Dalam cahaya kuning ini akan
kelihatan berbagai macam burung yang terbang menggoda. Dayanya
seperti angina rebut. Masing-masing mendesak untuk mengakuinya
sebagai Tuhan. Bilamana terjebak desakan mereka, maka akan terlahir
kembali sebagai burung. Hidup lagi dalam bangsa burung.
- CAHAYA PUTIH
Cahaya
memancar dari tulang dan keluar melalui hidung. Yang menampakan diri
dalam lautan cahaya putih adalah berbagai jenis ikan dan binatang
yang hidup di air. Mereka juga menggoda Sang Diri untuk mengakui
mereka sebagai Tuhan. Berbagai istana tampak di lautan cahaya putih.
Tapi, itu semua hanyalah godaan. Tentu, itu bukan istana yang
sesungguhnya. Kalau sampai terpesona dan masuk kedalamnya, maka akan
terlahir kembali kedunia ikan atau binatang air.
- ALAM NURIYAH
Memasuki
alam nuriyah. Kata “Nur” berate cahaya. Jadi, alam ini merupakan
alam yang dipenuhi cahaya. Alam yang dipenuhi cahaya tak terbatas.
Cahaya yang amat terang. Melebihi terangnya alam sirriyah.
Di
alam nuriyah ini, selepas adanya cahaya yang terang benderang,
muncullah cahaya terang berwarna hitam, merah, kuning, putih, dan
hijau. Semua cahaya itu terbentang di hadapan Sang Diri. Disekeliling
roh orang yang meninggal. Tampaklah istana-istana. Tapi, bukan istana
yang sesungguhnya yang di atur oleh Tuhan Yang Mahamulia. Hanya
pantulan istana. Pantulan yang berasal dari cahaya yang berwarna lima
macam tersebut.
Di
dalam lautan cahaya yang berwarna Hitam tampak istana-istana
yang dihuni oleh bangsa binatang. Istana yang muncul dari cahaya
berwarna Merah merupakan wilayah yang dihuni bangsa makhluk
halus yang jahat [setan alas, bekakasan]. Dalam cahaya warna Kuning
terdapat istana-istana yang merupakan hunian bangsa burung. Dalam
cahaya Putih ada istana-istana pantulan dari bangsa ikan.
Sedangkan dalam lautan cahaya yang berwarna Hijau tampak
istana yang berasal dari dunia tumbuhan.
Di
saat kelihatan beragam istana ini, ada suara-suara. Anehnya
suara-suara ini mau memandu Sang Diri. Masing-masing suara itu
menunjukan kelembutannya. Seakan-akan menawarkan jasa peristirahatan
bagi Sang Diri atau roh orang yang mati. Tentu saja itu semua
jebakan. Tak ada istana yang perlu dipilih. Semua bisa menyebabkan
kelahiran kembali ke alam yang dimasukinya.
- SUB ALAM NURIAH (ALAM PERMANA atau ALAM ISYQ [Kecintaan] ).
Pada
sub alam nuriah ini cahayanya bening sekali. Di dalam cahaya itu
tampaklah sebuah nyala yang tegak sebesar Lidi. Nyala itu mempunyai
delapan warna cahaya, Yaitu Hitam, merah, kuning, putih, hijau,
biru, ungu, dan merah dadu [merah muda].
Semua
warna terhampar, dan masing-masing memperlihatkan surga serba indah.
Itulah perwujudan Permana yang di tambah cahaya yang
dipancarkan oleh sukma. Alam permana disebut alam kecintaan. Pada
saat itu Sang Diri mengalami kerinduan akan surga. Surga tampak asri.
Tetapi, ternyata juga belum surga yang sebenarnya. Bukan tempatnya
kenikmatan yang membawa manfaat bagi kehidupan Sang Diri. Juga bukan
tempatnya rahmat Allah sebagaimana yang dinyatakan dalam Alqur’an.
Surga
di alam nuriyah ini bukan surga sejati, tetapi hanyalah kahyangan
atau tempat bangsanya makhluk halus, makhluk tersembunyi. Kedelapan
macam surga itu mengeluarkan bau harum semerbak. Harumnya bisa
membuat Sang Diri tertarik. Sebenarnya surga yang tampak oleh Sang
Diri ini hanyalah perwujudan dari angan-angan atau ciptaan dari
manusia sendiri. Jika tertarik kesitu, ya akan menjadi raja dari
makhluk halus di alamnya masing-masing.
- ALAM ULUHIYAH
Jika
lolos dari berbagai rintangan di alam-alam sebelumnya, maka
berikutnya Sang Diri memasuki alam uluhiyah. Inilah yang
disebut alam ketuhanan. Terangnya alam ini melebihi alam nuriyah. Di
alam ini tampak cahaya yang memancar. Di dalam cahaya itu tampak
suatu perwujudan seperti lebah yang masih berada di dalam sarangnya.
Keadaan ini ada di maqam Fana. Dengan demikian, cahaya yang terpancar
itu sebenarnya berasal dari sukma. Pancaran cahayanya menambahi
segala macam warna. Pancaran cahayanya meliputi seluruh alam, baik
alam kecil, besar, dengan segala isinya.
Hidupnya
warna-warni cahaya itu berasal dari permananya rahsa. Pada saat itu
datanglah malaikat-malaikat yang menyerupai ayah, kakek, dan leluhur
lelaki. Mereka mengaku sebagai utusan-utusan Tuhan yang akan
mengantarkan ke alam karamattulloh. Yaitu, alam
kemuliaan Tuhan Yang Mahasuci. Meskipun demikian, Sang Diri harus
tetap kokoh dengan pendiriannya semula, dan tidak mudah percaya.
- SUB BAGIAN ALAM ULUHIYAH (LAPISAN KE 2)
Masih
berada di sub-bagian alam ruhiyah. pada sub-alam ini cahayanya lebih
terang lagi keadaannya. Di ala mini tampak cahaya yang bersinar
cemerlang. Cahaya yang berkilauan. Di ala mini tampak perwujudan
bagaikan boneka gading yang bertahtakan mutiara. Gebyar-gebyar
cahayanya. Dilihat dari jenis kelaminnya, ternyata wujud itu bukan
laki-laki. Bukan perempuan. Bukan pula banci.
Itulah
maqom baqa, alam baka. Keadaan di ala mini berasal dari
permanya rahsa yang menguasai semesta alam. Keberadaan ala mini
berasal dari atma. Di alam ini Sang Diri didatangi para bidadari yang
menyerupai ibu, nenek, dan para leluhur yang berasal dari pihak ibu.
Mereka semua juga mengaku sebagai utusan-utusan Tuhan Yang Mahasuci.
Mereka menyatakan diri sanggup mengantarkan Sang Diri kea lam
karamattullah. Pada tahap ini pun diharapkan Sang Diri tidak
mengimani mereka. Sang Diri harus terus melakukan pendakian.
Meneruskan perjalanan.
- SUB BAGIAN ALAM ULUHIYAH (LAPISAN KE 3)
Masih
berada di sub-bagian alam uluhiyah. Tentu alam yang lebih tinggi
lagi. Jadi, ada 3 (tiga) lapis alam uluhiyah. Dan, ini adalah bagian
tertinggi dari alam uluhiyah. Cahayanya, luar biasa terangnya! Sudah
tidak lagi bisa melihat sesuatu karena terangnya. Bagaikan kita
menatap langsung seribu matahari di siang hari. Meskipun terang
benderang, tapi ketika kita menatap satu matahari saja, membuat kita
tidak akan mampu melihat keadaan di sekitar kita. Yang ada hanyalah
cahaya yang terang cemerlang tanpa bayangan.
Keadaan
ini sebenarnya merupakan perwujudan dari Dzat Atma. Yang sebenarnya
merupakan dzat yang bersifat esa. Alam tanpa arah dan tanpa ruang.
Tanpa warna. Tanpa rupa. Suatu keadaan yang azali dan abadi. Dzat
Atma inilah yang berkuasa dan yang menguasai seluruh alam. Meliputi
seluruh alam. Dan, memancarkan segala maqom sempurna.
Dzat
Atma hidup tanpa ada yang menghidupi. Sebagai hakikat dari Tuhan Yang
Mahasuci. Mahaagung Dzat-Nya. Mahamulia sifat-Nya. Mahakuasa
Asma-Nya. Mahasempurna tidakan Af’al-Nya. Ternyata Dzat itu berada
pada Sang Diri Pribadi. Tak ada jarak lagi antara hamba dan Tuhan.
Nah, disitulah wujud manunggaling kawula klawan Gusti.
Menunggalnya hamba dan Tuhan. Wujud final dari “ilayhi raji’un”,
kepada-Nya kita kembali! Nah, surga yang sejati itu sebenarnya
manunggalnya Sang Diri dengan Tuhan Yang Maha Esa.
ass!punten kang izin copas
BalasHapushatur nuhun kang oborna
BalasHapussubhannalloh... salam dulur sa ikhwan
BalasHapuspunten izin copas kang..
BalasHapusassalamu 'alaikum
BalasHapuspunten nyungkeun widina ka akang bagus, bade nyalin ieu artikel
wassalamu 'alaikum warohmatullahi wabarakatuh